Lelaki kriput itu berkeliling kota dengan sepeda ia mengayuh tanpa henti. Ia selalu mengamati lingkungan sekitar seolah-olah sedang mencari sesuatu yang telah hilang. Dari pakian dia terlihat berbeda. Dia menggunakan jas dan sepatu yang necis yang berbeda dengan manusia lain. Setelah beberapa jam dia berkeliling kota, ia menyandarkan sepedanya di depan cafe dan duduk di sebuah bangku halte. Seperti menunggu kepastian dengan kecemasanya. Tempat ini adalah tempat yang istimewa baginya. Ketika lelaki kriput itu sudah lelah, tempat ini adalah persinggahan terakir sebelum dia pulang ke rumah impianya. Tiba-tiba ia melihat wanita duduk disebelahnya. Lelaki itu hanya bisa menatapnya, tak bisa bersuara, seakan-akan ada sesuatu yang tersangkut di leher. Wanita itu sungguh lucu, lucu adalah satu tingkat lebih dari cantik. Hujan memaksa kedua orang itu untuk menikmati keindahnya. Akan tetapi keindahan hujan tidak bisa mengalahkan keindahan wanita itu. Lelaki itu tetap saja memperhatikan wanita yang berada di sebelahnya. Hujan adalah musik, riaknya menyeruak menggetarkan sesuatu disekitarnya, suaranya adalah irama irama tak terduga, rintiknya saling bersautan menjadi alunan lagu yang indah, tak ada nada sumbang yang mereka suguhkan. Hujan merupakan tembang yang abadi, karena ia mampu melantunkan iramanya disetiap dentumanya dari segala media yg ia sentuh. Mendung telah meneluk senja tercintanya, agar keindahan senja tidak bisa dilihat oleh mahluk lain. Tak lama kemudian Cahaya senja mulai menyinari bangku tersebut, cahaya itu mulai tak nyaman dengan mendung yang selalu mencemburuinya. Lelaki itu hanya terdiam menyingkap tangisanya agar tidak jatuh. Air bukanlah kandungan air mata, rindu dan kesedihanlah yang menjadikan itu ada. Lelaki itu mulai menangis butiran air mata itu bercampur dan menyatu dengan air hujan. Tak lama sebelum lelaki itu beranjak dari tempatnya, lelaki itu berkata "Di cafe depan ini, aku bersandar dengan teh panas dan asbak yang sama mengamati sebrang jalan mengamati orang yang berlalu-lalang.
Aku menunggumu, Aku menunggu kau lewat di depan cafe itu.
Hanya saat itulah aku bisa melihatmu dari kejauhan.
aku juga menantimu, menanti segala hal tentang dirimu.
Maafkan aku yang telah mencintaimu diam-diam, bukanya aku mengintaimu,tetapi aku hanya ingin tau, Apakah kau baik baik saja?
Kamu berani menyakiti hatimu sendiri dengan cara itu, apalagi menyakiti hati orang Harapan sudah mengingkari janjinya
Kenangan semakin sulit di eja
dan kamu masih setia menunggu pelangi di kala hujan tak kunjung reda.
Aku berbeda dengan dia
dia pernah mencintaimu, sedangkan aku akan selalu mencintaimu."
Tak lama kemudian lelaki kriput itu tersenyum. Ia merasa telah mengatakan yang sejujurnya kepada wanita itu. Meskipun wanita itu tidak bisa melihatnya dan mendengar suaranyapun sudah tak mampu karena telah terpisahkan oleh dinding yang dingin dan tidak bisa ditembus. Bus telah tiba. Wanita itu mulai memasuki bus tersebut. Pada saat bersamaan lelaki kriput mengayuh sepedanya lagi menuju kedamaian yg dia inginkan menuju damai yang sejati
Minggu, 25 Desember 2016
Jalan hanya diam
Langganan:
Postingan (Atom)