Sabtu, 30 September 2017

Tak Ada Yang Salah

Hari itu, ketika segerombolan preman mendatangi rumahku. Tak ada perlawan, aku turuti apa yang dikatakan preman itu. Tak lama kemudian diseretlah ke mobil polisi yang berada di ujung gang rumahku. Sesampainya di kantor polisi, terlihat para petugas sedang bersantai, dan terlihat ada yang sedang tertidur pulas.  Tak lama kemudian muncul seorang polisi muda menyeretku ke ruang introgasi. Aku berada di depan meja dengan tumpukan kertas yang berserakan. Sambil membereskan kertas polisi itu memulai memberiku sebuah pertanyaan.
"Siapa namamu?" Tanya polisi
"Jawab!! siapa namanu?" Sambil mendobrak meja yang berada di depanku hingga kertas jatuh dan berserakan satu persatu.
"Broto"
"Berapa umurmu?”
"18 tahun pak"
"Masih kecil sudah pinter ngewe! Apa mau jadi gigolo?!"
"Jika Tuhan menghendaki, itu bisa terjadi" sautku
Apa yang dimaksut polisi itu? Mungkin dia salah menangkap orang. Banyak kasus di negara ini yang terbukti bersalah dinyatakan bebas, yang tidak bersalah di jebloskan kedalam penjara. Hukum memang kejam. Lalu, muncul seorang gadis yang aku kenal, namanya Laksima. Dia bersama Ibunya menuju ruang introgasi.

"Ini dia yang telah memperkosaku" katanya, aku bingung dengan ya ia katakan.
"Dasar anak tak tau malu, tak pernah diajari sopan santun!. Apa yang telah kau lakukan kepada anaku ini? Kau telah merenggutnya. Kau telah merampas sesuatu berharga yang seharusnya dia berikan kepada suaminya kelak!." Suara sumbang seorang perempuan paruh baya itu mengancam kupingku.
"Maafkan aku"  
"Maafmu tak berguna lagi, apakah ada kata lain selain maaf?" Suaranya ibu itu lebih sumbang daripada tadi

Telepon berbunyi, Polisi itu segera mengangkat teleponya dan keluar meninggalkan kita bertiga di dalam ruang introgasi. Terlihat Laksima menangis, Aku mengerti maksud tangisannya itu, Laksima tidak bermaksud melaporkanku kepada polisi, Aku yakin bukan dia. Ini merupakan kelicikan Ibu Laksima yang mata duitan itu, Laksima sering bercerita tentang Ibunya yang mempunyai kepribadian yang begitu buruk.  Tak lama kemudian Ibu Laksima mendekatiku dan tersenyum satir.
"ganti rugi apa yang telah kau perbuat kepada anakku. Berikan uang sebesar sepuluh juta maka akan aku cabut tuduhan ini!” perkataan yang sudah aku tebak.
Ketika seseorang berbicara masalah uang berarti dia berbicara tentang kedamaian. Sekarang dengan uang kita bisa membeli apa saja, sampai harga diripun sekarang sudah di nominalkan. Tak lama kemudian, polisi itu masuk kedalam ruang introgasi. Lalu Ibu Laksima melanjutkan aktingnya, terdengar teriakan yang begitu lancang keluar dari Ibu Laksima.
“Proses anak itu seadil-adilnya pak!" Teriak Ibu tadi. Lalu aku lihat mata dari Laksima yang begitu bening tersebut menjadi lebih sayu, air mata sudah tak dapat dibendung lagi. Lalu laksima dan ibu meninggalkan kami. Menuju pintu keluar.
"Ibu itu yang telah melaporkanmu" kata polisi itu
"Tapi pak, apa yang telah aku perbuat?"
"Dia melapor bahwa kamu telah mencabuli anaknya" kata polisi itu.
"Siapa yang mencabuli pak? Aku tak merasa mencabuli dia!" Sautku
"Kau melakukan hubungan intim kan?"
"tidak, itu tidak benar “
“jangan bohong! Dasar kurang ajar!” sambil memukul kepalaku.
“seharusnya jangan tanya kepada saya pak. Tanyakan kepada Laksima, apa yang telah ia perbuat kepadaku, dia yang meminta.”
Hari-hari telah beralalu Aku dan keluargaku membayar uang damai kepadanya sebesar sepuluh juta, dan akirnya dia mencabut tuduhan itu, masalah sudah selesai. Tak terasa ujian untuk masuk ke perguruan tinggi semakin dekat, aku masih tak punya angan-angan untuk melanjutkan sekolahku ini menuju jenjang yang lebih tinggi. Aku merasa bersalah dengan apa yang aku lakukan kemarin, sehingga mengurangi semangatku untuk bersekolah. Tiba-tiba terlihat Bapak muncul dari balik pintu, dengan rokok ditangan kanan dan teh ditangan kiri.
“kau tak mau sekolah lagi?” kata Bapak sambil duduk mendekatiku
“tidak mau pak” jawabku
“berapa kali kau membuatku kecewa le. Bersekolahlah,untuk memperbaiki apa yang telah kau perbuat hari-hari lalu. Jangan biarkan masa lalu mengambil alih dirimu.” Bapak
“jika bukan Aku, siapa yang melakukanya? Apakah Aku punya kembaran? Itu Aku pak. Aku telah membuat situasinya menjadi begini.” Sautku 
“ bukan kamu, tetapi jiwalah yang menggantikanmu. Tubuhmu menolak sekuat-kuatnya, akan tetapi jiwa dan hawa nafsu membuat koalisi dan mengalahkanmu” katanya sambil menghisap rokok yang berada di tangan kananya yang telah keriput. Tak lama kemudia Ia melanjutkan perkataannya.
“ditubuh ini nukan hanya kamu saja yang hidup, di tubuh ini kita hanya mampir. Tubuh ini bagaikan hotel. Banyak yang menimpang. Antara lain, jiwa, nafsu,raga dan salah satunya dirimu. Mereka mempunyai tugas masing masing. Dan dirimu merupakan bos dari mereka, kau bisa mencegah apa yang mereka inginkan atau kau bisa mengiyakan apa yang mereka inginkan. Hanya saja kita tak bisa membatasi apa yang mereka perbuat.”
Bapak menghentikan pembicaraanya dan merogoh hp yang berada di dalam sakunya. Tak lama kemudian terdengar lagu klennengan

Tak lelo lelo lelo ledung
Duh menenengo ojo pijer nangis
Anaku seng bagus rupane
Nyen nangis ndak ilang baguse

“lagu ini adalah lagu yang sering aku nyanyikan kepadamu ketika kamu masih kecil le. Kau tak akan ingat bagaimana bapak menyayikan lagu itu untukmu, karena kamu masih umur 5 bulan. Aku yang merawatmu ketika ibumu sudah tak bisa lagi menemanimu sampai kamu menikah” sambil menghela nafas.
Suaranya sayup-sayup karena tidak dengan volume yang cukup tinggi, semacam sriwedari atau suara gamelan yang terdengar samar-samar. Konon, dimainkan oleh dewa-dewi khayangan membuat hatiku lebih tentram.
“sudahlah,ternyata aku sedang berbicara dengan orang asing, seperti bukan anakku yang dulu. Aku mau tidur. Jika kamu mau sekolah lagi, bersiap-siaplah seminggu lagi akan kukirim kau ke rumah pakdhe yang berada di kota sebelah ”  lalu dia berdiri dari kursi dan masuk kedalam rumah meninggalkan gelas,rokok dan koreknya.
rokok dan korek itu seakan menarik perhatianku. Aku ambilah rokok itu dan mencobanya, ini adalah pertama kalinya Aku merasakan rokok. Meskipun tidak enak, akan tetapi dapat membuatku nyaman. Bersama rokok,teh,bintang dan malam aku berunding menuentukan keputusanku untuk kembali bersekolah.
Hari ini adalah hari keberangkatanku menuju kota. Di sebuah stasiun terlihat begitu banyak orang berdesak-desakan untuk mengantri sebuah tiket untuk perjalananya menuju kota yang akan mereka sambangi. Orang-orang sibuk dengan urusanya masing-masing, terlihat juga tangisan yang menandakan sebuah  kehilangan atau perpisahan. Tak lama kemudian kereta yang aku tunggu akirnya muncul juga, Aku cek tiket untuk mengetauhi dimana akan duduk, yaitu B-26. Kunaiki kereta tersebut dan perpisahan ini merupakan lembaran baruku.
Kota ini berbeda dengan kampungku, pengguna jalan sangat ugal-ugalan, macet dimana-mana, tiada detik tanpa klakson mobil.  Betapa indahnya asap yang mengepul di buntut kendaran- kendaraan yang lewat. Gedung-gedung menghiasi jendela-jendela kaca, menjadi suasana baru untuk menjalani kehidupanku. Kota ini adalah saksi perjalananku selama delapan tahun, aku telah menjadi seorang dosen muda yang berada di Universitas kota ini. Aku tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik daripada ketika aku berada di kampung halaman, jauh dari orang tua menjadikanku mandiri terhadap kehidupan ini. Aku telah menutup buku dan cerita lampauku. Sudah tak pernah kubaca lagi, sudah kuhapus dalam ingatan. Aku berada dalam buku baru dengan tema yang baru , dan aktor yang baru juga.
Nina adalah seorang yang berada dalam catatanku ini, seorang yang setia menemaniku dan memberikan semangat kepadaku ketika sedang berada dalam masalah. Seorang yang menemaniku beberapa tahun ini, dan seseorang yang telah aku nikahi untuk menjadi seorang ibu bagi anak-anaku, meskipun  belum di anugerahi seorang anak. Tak dapat yang banyak kusampaikan tentang nina, karena Aku telah kehabisan kata-kata untuk mengambarkan kebaikan Nina. Dan kata-katapun tak bisa untuk menggambarkan betapa indahnya Nina. Pernikahanku dan Nina berjalan lancar mulus selama dua tahun ini, tak ada masalah besar yang menimpa keluarga kita. Meskipun sudah dua taun menikah masih menunjukan keromantisan seperti orang yang baru menikah. Berentung aku beristrikan dia.
“maafkan aku, aku belum bisa mendapatkan anak darimu” Nina
“kenapa harus minta maaf? Masih belum waktunya, Tuhan masih menginginkan kita bermesraan berdua seperti dulu.” Jawabku sambil mengelus rambutnya yang pendek se pundak itu.
“iya mas” sambil mengerutkan bibirnya
“ jika aku hamil, mas mau bayi laki-laki apa perempuan?”
“terserah Tuhan yang ngatur, hehe” jawabku
Tiba-tiba terdengar suaru bel.
“ ada tamu, tolong tengok, siapa yang datang Nin”
Nina menuju ke pintu untuk melihat siapa tamu yang datang pada saat hujan lebat ini. Setelah ia membukakan pintu terlihat seorang wanita muda dan seorang anak kecil yang berumur 7 tahun.
“mencari siapa?” Tanya  Nina
“apakah benar ini rumah dari pak Broto?”
“iya benar. Ibu siapa? Sebentar saya panggilkan dulu”
Betapa terkeutnya diriku ketika melihat Laksima dan Anak kecil itu berada di depan rumahku. Terlihat Laksima kembali meneteskan air mata.
“ aku titip anak ini kepadamu, ini adalah anakmu. Kemana saja kamu selama ini? Kau tak mengerti apa yang telah aku rasakan, membesarkan anak seorang diri , tanpa bantuan seorang Ayah yang merupakan seseorang yang penting baginya.”
“ Apa maksudnya ini?”
“ini adalah anak kamu 8 tahun lalu. Ketika  kau sedang berada dalam penjara, aku telah hamil muda, seharusnya aku tidak mengatakan perkataan semacam itu, karena aku tahu kau telah mempunyai istri. Aku hanya ingin kau merawat putri kita, karena aku akan pergi menuju Thailand untuk kerja disana” sambil menghapus air mata dan meninggalkan rumahku.
Kutengok kebelakang, terlihat Nina seakan tidak percaya akan sesuatu yang didengarnya. Lalu, Nina berlari menuju kamar, dan membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. Terdengar tangisan yang begitu kencang dari kamar tersebut.  ini merupakan masalah terbesar dari perjalananku bersama Nina. Setelah tidak terdengar lagi tangisan dari Nina, kuberanikan diri untuk menemui Nina. hal ini membuat kota yang telah kita bangun bersama menjadi hancur dan runtuh.

“Apakah benar itu anakmu?”
“iya”
“akhirnya aku mempunyai anak darimu, tapi bukan dari rahimku, kau tau betapa menyayatnya hati ini setelah mendengar kabar ini?kenapa kau sembunyikan ceritamu ini?”
“Maafkan aku”







Di Ujung Batas

Pada akhirnya batasan itu datang padaku
Terlalu panjang hilir sungai yang aku lewati
Menuntunku pada perjuangan sangat melelahkan
Dayung ini sudah rapuh
Sampan sudah reot
Ternyata aku telah di ujungpandang
Dan kutemukan dirimu tenggelam bersama harapan
Aku mencari pemberhentian
Dan menunggu jalan pulang

Solo, 18 Juli 2017

Untuk Adinda, 1

Adindaa. Aku pernah merasakan hatiku sangat patah, saat sebelum mengenalmu. waktu itu hatiku patah menjadi dua, tetapi dia sembuh walaupun meninggalkan bekas. Apa aku iri? Enggak adinda, justru aku senang dan bahagia. Meskipun itu hanya pura-pura.
Lalu, Kemudian aku sadar, bahwa aku pernah merasakan jatuh cinta.  Meskipun hatiku remuk, tetapi aku bersyukur. daripada tidak pernah jatuh cinta sama sekali. Sejak saat itu, aku selalu membagi hatiku untuk orang lain, begitu juga orang lain. mereka tulus mencintaiku dan membagi hatinya untuk menambal miliku yang berlubang. Begitulah hidup. Saling mengambil, memberi, dan saling membagi hati. Pada saat memang aku sedang meraskan luka. Aku yakin pasti ada saatnya hati ini sembuh dari luka dan meninggalkan bekas berupa syukur. Karena patah hati akan membuatmu lebih menghargai cinta dan pengorbanan.

Dalam Kata Kulukis Wajahmu

Diantara belantara hutan yang lebat
Dan merkuri di atas jembatan
Ku sulam kata-kata, kutenun makna
Menjadi penggati selimut saat kau kedinginan
Tanpa kau sadari kata-kataku telah menyibak rambutmu, menjagamu agar kau terlelap
Dingin memeluk, rindu mengutuk

Tubuhku masih mengebara Adinda,
Malam terlihat begitu lancang
Hingga detik jam-pun serasa berbalik arah, serasa matahati tak mau terlalu pagi untuk menghianati mimpi
Kita berdua tersekat oleh waktu terjerat oleh rindu.
Tak saling bertemu

Malam ada mesin waktu
Semakin ingin keluar semakin terjerat
Semakin merasakan semakin terperangkap
Aku terjebak didalamnya
Tak ada apapun kecuali cahaya
Sinarnya minyilaukan mata
Lalu terlihat begitu roman
Tiba-tiba mereka bersatu
Cahaya itu menjelma wajahnmu
Aku merindukanmu

Kutata kata-kata, kutulis kala-kala
Kubungkus dengan doa
Serta kuhiasi dengan cinta
Agar kita jumpa, hungga membangun kota yang telah kita impikan berasama.

Selasa, 14 Maret 2017

Gunung dan cerita yang tak kunjung sampai


Sudah berlalu, semuanya telah hilang dalam angan-anganku. Gunung ini adalah saksi kesakitanku untuk kesekian kali. Hari itu badai di siang hari, ketika perjalananku menuju puncak, biru berubah menjadi kelabu. Awan putih menghilang dari cakar langit. Berubah wujud menjadi butir-butir air yang menetes dari ujung bumi. Angin mulai mencegahku untuk melanjutkan perjalanan. Hembusanya begitu kencang, menggoyangkan apa yang ada di sekitarnya dan membuat gaduh pohon-pohon yang dilewatinya. Suara sungguh bergemuruh. tariakan-teriakan mereka bersatu menandakan  ketakutan, dan pohon-pohon itu menangis, menggugurkan daunya. Pukul 16:30, air tak lagi basah tergantikan sinar matahari yang mulai memantulkan cahayanya melalui langit-langit yang tak kuat menopang keindahan sinar tersebut. Kita telah tiba di sebuah padang rumput luas, berbukit-bukit. Hanya ada hijau,kuning dan biru. Tak terlihat lagi kelabu yang menyeramkan itu. Perjalanan yang panjang membutuhkan proses yang berat itu tergantikan oleh hasil akir yang luar biasa hebatnya. Aku rebahkan badanku bersama rumput-rumput berserta jejak air yang masih terpeluk hangat dengannya. Mempersiapkan lagi apa yang akan aku perbuat ketika telah turun dan kembali ke rumah. Akan aku ceritakan perjalanan ini kepadamu. Aku menunggu senja dari kejauhan. Kuharap senja akan segara datang.tapi apa daya, senja tak kunjung tiba. kabut memeluk senja tercintanya, Tak ada lagi cahaya keemas-emasan yang menampakan diri. Senja yang aku tunggu tidak ada di kamu.  Tenda mulai terpasang. Dingin menyerang dari segala arah. Lalu tak lama kemudian angin berserta hujan berpadu dalam balutan kilat. Badai besar terjadi di gunung ini. Beberapa jam sudah aku lewati, ratusan petir menyambar , trilliunan air jatuh bergelimpangan.  Kecemasanku berubah menjadi ketakutan. Aku tak takut dengan hujan. Hanya saja aku cemburu denganya. Karena ia pernah menyentuhmu tanpa sepengetauhanku, menyentuh rambutmu, dan kamu tidak marah dengan itu. Aku ingin hujan segera reda.
Pagi itu, kuurungkan niatku untuk menikmati puncak itu. Bukan karena tak mau, hanya waktu tak sanggup aku tunggu. Pulang adalah jalan yang tepat untuk sebuah kerinduan. Betapa bahagianya ketika aku sudah mengambarimu dan menceritakan apa yang kualami ketika perjalanan kemarin, aku harap akan menjadi cerita menarik yang akan ku bungkus rapi dengan rumput-rumput hijau, batu-batuan yang tertata rapi, hujan, petir, tenda yang hampir rubuh, dan temanku yang mengalami hypotermia. Akan tetapi, cerita itu tak sampai kepadamu. Terhalang oleh kabar yang begitu mendadak dan tak sengaja terdengar oleh teling mungil ini. Kabar ini kelam, melebihi badai yang angat seram.aku mendengar kamu telah mebuka pintu kamarmu yang kau tutup rapat hari hari lalu. Harusny aku orang pertam yang melihat betap indahnya kamarmu yang kamu bangun dengan cerita - cerita masa lalumu yang telah berdebu.Kita mempunyai cerita yang berbeda. Kamu dengan cerita yang indah bersamanya dan aku dengan cerita indah bersama gunung itu. Tapi itu hanya sesaat cerita indahku berubah menjadi cerita horor yang kau buat bersamanya. Cerita indahmu adalah ancaman bagiku. Sudah kubayangkan betapa bahagiannya dirimu pada hari itu.  Taj ada yang bisa kuperbuat lagi hanya menyesali apa yang telah terjadi.  Melapaskan adalah sesuatu yang akan aku lakukan. Melepaskan saling menguntungkan kita. Untukmu,  mendapat seseorang yang baik, dan untuku akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Aku akan mencoba melepaskanmu tapi kamu merangkulku dengan kata-katamu yang mencoba memberhentikanku dari keinginan untuk meninggalkanmu. Karena kau telah mempunyai buku baru yang akan kau isi dengan puisi-puisi indahmu tentang dia.  Sementara aku masih dengan puisi-puisi tentang luka meskipun buku ini telah kehabisan halaman. Sengaja aku paksa mencari-cari lembaran kosong. 
"Maaf mas" katanya melaui pesan singkat.
Aku tau maksut perkataan ini. Dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Aku ambil handphoneku dan mulai kubalas pesan itu " tak usah minta maaf, tak ada yang salah. Hanya saja aku yang salah karena terlalu mengkhayal tentangmu" jawabku.
"Aku hanya bisa mengucapkan maaf mas, tak ada lagi kata yg bisa terucap selain itu". Lalu tak kuasa hati ini mulai memberi pertanyaan-pertanyaan yang cukuo membuat gila. Dan perasaan mulai mengambil alih. Lalu aku memberanikan diri bertanya. Meskipun hanya lewat pesan.akan tetapi, sudah mewakili rasa penasaranku yang begitu membebani.
"Kapan kamu telah memiliki pacar baru?" Tanya perasaanku
"Ketika kamu naik gunung mas".
Hp aku matikan. Akirnya sepi itu kembali megetuk pintuku. Dan bodohnya aku biarkan dia masuk menemaniku. Mencintaimu bak air terjun dan pada akirnya berhenti di muara penampung luka. Cerita ini akan aku simpan hingga kamu sudah ingin mendengarkan dengan kesendirianmu.

Merbabu, 9 february 2017

Selasa, 24 Januari 2017

Semalam di singapore


Malam membawa kabar dengan angin melalui sela-sela jendela yang menjadi ingatan penghantar tidur
Ingatan yang menyayat merobek luka
Malam ini kuputusankan untuk mencari udara di merlion park
Terlihat Bintang-bintang berubah menjadi lampu-lampu warna-warni menghias langit yang menghitam
tak ada bintang satupun, bulan enggan menampakan sinarnya
tak ada teman disampingnya
Apakah engkau melihat bintang dari sana?  Mungkin, tak sempat kamu melihat bintang karena kau terlalu sibuk dengan bintangmu sendiri. 

Senin, 16 Januari 2017

Serambi malam

Malam ada mesin waktu
Semakin ingin keluar semakin terjerat
Semakin merasakan semakin terperangkap
Aku terjebak didalamnya
Tak ada apapun kecuali cahaya
Sinarnya minyilaukan mata
Lalu terlihat begitu roman
Tiba-tiba mereka bersatu
Cahaya itu menjelma wajahmu

Kamis, 12 Januari 2017

Kamar tanpa pintu

Kamarmu adalah penjara yang kau buat
Bukan dari sebuah hukuman
Dari keinginan tanpa angan sebuah bayangan
Sesak mulai menylimuti pengap mulai mengguri
Hati mulai menglupas Oksigen berubah menjadi udara panas
Tak ada pintu, tak ada jendela, tak ada celah
Tak ada yang bisa menembusanya
Kenapa kau rela menyakiti dirimu seperti itu
Tak bisa kubayangkan bagaimana kau menyakiti orang lain
Kenapa tak kau bangun pintu?
Pintu adalah iklas yang minimalis
Agar seseorang masuk mengisi kamarmu
Dengan mengetuk pintu hatimu
Ijinkanlah aku menyelamatkanmu

Maafkan, Aku Perokok

Rokok sudah terkokang beberapa kali
Altar sudah dipenuhi putung-putung berserakan
Abunya berceceran tersulut oleh api
hilang ketika hembusan angin bertiup dari arah berlawanan
serta dinginnya udara akan terasa menyulitkan
Lalu, Berterbangan Menuju rumahmu
Setiap partikel abunya menjelaskan tentang rindu

Tak ada asap jika tak ada api
Tak ada cinta jika tak ada kamu

Rabu, 11 Januari 2017

D.I.D

Entah apa yang harus aku lakukan. Ketika aku menjadi istri seseorang yang sama sekali tidak mengenalku. Hari itu, setelah kecelakaan yang dia alami. Suamiku menjadi orang yang berbeda. Terkadang ia sangat romantis, terkadang ia mengacuhkanku dan tak mengenal diriku sama sekali. Suamiku mempunyai kenangan masa kecil yang sangat buruk, dia dibesakan dalam lingkungan yang kacau. Ayah dan ibunya mengalami perceraian pada saat dia berumur 4 tahun. Selama masa kecilnya dia juga menjadi korban bullying lingkunganya karena dia merupakan laki-laki yang lemah. Semenjak itulah ia mempunyai kepribadian ganda. Hal itu membuat kota yang telah kita bangun bersama menjadi hancur dan runtuh sedikit demi sedikit. Nama suamiku adalah kamajaya. Nama seorang dewa cinta dalam pewayangan. Ia merupakan makhluk yang berwajah paling tampan di Tribuana (jagad Mayapada, Madyapada dan Arcapada). Mungkin suamiku adalah titisan dari kamajaya. Dia juga berparas tampan sepertinya, dia juga mempunyai rasa kasih sayang yang lebih kepadaku.
Malam sudah larut, aku menunngu suamiku pulang hanya sekedar untuk membukakan pintu  untuknya akan tetapi dia tak kunjung tiba. Kantuk ini menyerang mataku seakan-akan mata ini tertutup dengan sendirinya, tapi aku harus setia menunggu suamiku pulang. Dari ujung jalan terdengar suara tapak kaki mendekat tepat di bibir pintu. Aku terengah engah menuju pintu tersebut dan membukakanya, ternyata bukan suamiku yang datang. Akan tetapi seseorang yang lain dari dirinyalah yang datang. Betapa terkejutnya aku ketika melihat penampilan dia, dengan baju compang-camping dan beraroma alkohol menylimuti dirinya.
"Lekas mandi, dan tidur" dengan lembut aku berkata
'Sudah jangan campuri urusan orang lain, aku tak kenal kau'' sahutnya
'Aku capek mau istirahat'
Perkataanya membuatku masuk kedalam gravitasi bintang yang telah kehabisan bahan bakar, dan di dalamnya terdapat lorong ruang dan waktu yang bersekutu dan menyuruhku mengikuti arusnya, dan aku tak tau harus melakukan apa. Aku rehatkan tubuhku sejenak hanya untuk memejamkan mata dan pikiran. nIhil aku tak bisa melakukanya. Mataku memang tertutup tapi otak dan hatiku berjalan tanpa perintaah.
pagi telah tiba, aku masih tertidur di sofa tempat biasa memadu cinta. Aku merasakan kecupan manis dari seorang yg aku kenal, kecupan itu membuatku bisa tersenyum satir,
"kenapa tidur diluar ma?" tanyanya dengan penuh kehangatan
inilah seseorang yang aku tunggu seeorang yang aku idam-idamkan kepulanganya
"badan mama semakin kurus, jangan memikirkanku, sarapn dulu ma, sudah aku siapkan makanan untukmu. Setelah itu kita liburan menengok anak kita, aku juga mau ke dokter psiteater. Aku ingin sembuh. Aku tidak mau kamu selalu tersarikiti oleh diriku yang lain'
"maafkan aku, ketika tubuhmu goyah aku tak bisa menopangmu, ketika kau rebahkan tububmu tanganku tak sampai untuk menggapaimu. " katanya dengan penuh penyesalan.
"ijinkanlahh aku bersandar kepadamu, ketika kau bisa melakukanya" tangisanku pecah, seperti gelas kaca yang tak tahan menopang panasnya air yang baru mendidih,  kecupan dan pelukan yang hangat datang membunuh sepiku.
Hari ini adalah hari terindah ketikaa kamajaya yg berada dalam tubuhnya. Aku tak ingin dirinya yg lain muncul disaat situasi seperti ini dirinya yang lain bisa aku sebut sebaga batara kala.  Di rumah nenek sudah berdiri menyapa kita berdua, ialah anaku  potongan bob dan mata sipitnya adalah obat paling mujaran yang diciptakan Tuhan untukku. Aku sering berkunjung ke rumah nenek hanya untuk menyapa anaku, sedangkan kamajaya jarang kemari, dikarenakan penyakit yg didetitanya.
"Ayah, adik kangen"  suara lembutnya meluluhkan hati kamajaya.  Tak mau terbawa suasana, aku segera sigap mengalihkan topik.
"Mama bawa mainan. Ini oleh oleh untuk adek, katanya adik mrnjadi juara kelas" kataku.
Aku merasa bahwa aku adalah orang tua yang gagal mengurus anaknya karena menitipkanya kepada ibu dari suamiku dan dia dibesarkan bukan oleh orang tuanya.
"Baru datang?" tanya nenek
"Iya bu, maaf tidak mengabari ibu sebelumnya" jawab kamajaya.
"Ayo masuklah, akan kubuatkan teh"
"Sudah buu. Tak usah repot repot, kita mau mengajak ian jalan jalan dulu. Sekalian liburan"
Kami berdua berpamitan dan segara pergi jalan-jalan.  Ibu sudah mengetauhi apa yang diderita eh kamajaya, ketika pertama kali ibu mengetauhi dia yang menjadi penyelamatku dengan kata-katanya untuk belajar sabar untuk menjalani apa yang terjadi. Dia menggap bahwa Tuhan tak akan memberi cobaan diatas batas manusia. Pagi ini aku merasa kota baru telah dubangun dalam tububku dan merekalah yang membangunya. Hari menjelang sore. Ian kita kembalikan ke rumah nenek. Lalu meluncurlah kami ke rumah dokter yang menjadi tempat konsultasi kamajaya. Dokter itu bernama dokter Vardy. Doker vardy menyambut kita dengan sopan. Dia menyilahkanku dan kamajaya duduk, mulailah konsultasi tentang kemajuan pemyakit yang dideritanya. Dokter itu tidak bisa memberikaan saran apapun kecuali obat penenang atau bisa disebut juga penjara bagi batara kala. "Saya sudah menyerah dengan keadaan ini" dokter itupun hanya bisa pasrah.
Terkadang aku merasa sangat bersalah karena telah menyerahkan berkas ini ke dokter vardy.  Dokter hebatpun tak bisa menangani penyakit psikologi yang dimiliki suamiku ini.
Setelah setengah jam kita berkonsultasi, aku beranjak dari rumah dokter vardy. Kami berdua kembali ke mobil. Tak lama kemudian terdengar bunyi telpon memecah keheningan,diangkatlah telepon itu, terdengar suara perempuan dengan nada sumbang memaki-maki suamiku. Lalu ditutuplah telpon itu. Tak lama kemudian air mata tercucur dari mata indah suamiku. Aku tak tau apa yang telah terjadi, sehabis dia menutup telponnya dia merasa berbeda. Kami berdua sampai dirumah suasana mulai berganti. Hal ini membuat gusar diriku. Kami berdua diam tak bersuara di depan televisi yang menayangkan berita tentang demo yang dilakukan mahasiswa negri yang menyuarakan ketidakpuasanya terhadap pemerintahan. Aku tak berani menanyakan apa yang terjadi. Lalu tiba-tiba terdengarah suara penuh penyesalan keluar dari bibirnya "maaf ma, aku telah membunuh seorang bayi"
"Bagaimana maksutmu pa? Jawabku dengan pandangan kosong tertuju dalam televisi tersebut
"Aku menghamili seorang wanita, lalu wanita itu menggugurkan bayinya"  suaranya dengan terbata-bata
" Aku bersalah ma, aku bersalaah. Aku tak tahan dengan kondisi semacam ini.  Maafkan aku ma" 
Suara televisi sudah tal terdengar lagi karena tangisan kita berdua mengalahkan suara apapun.
Lalu aku mencoba menenangkanya "itu bukan dirimu, itu bukan dirimu, itu bukan dirimu. Dirimu yang lainlah yang melakukan semua ini" sautku
"Itu aku. Aku yang telah membunuhnyaa. Memang bukan pribadiku yang melakukanya, batara kala juga aku. Dia diriku yang lain. Ada dua pribadi yang berada dalam jasadku. Aku bersalah " suaranya mulai hilang termakan kepediham. tak ada yang bisa kuucapkan. Karena kata-kata tak bisa mengungkapkan apa yang aku rasa.kurebahlakan tubuhku beserta tangisanku kedalam pangkuanya. Tapi suamiku menghindari rabahaku ini. Akhirnya ketakutanku yang  membayangiku mucul. Selama ini aku tak tau apa yang dilakukan dirinya yang lain di luar sana, dengan sifatnya yang semacam itu, aku bisa membayangkan apa yang dia lakukan. Tiba-tiba hujan turun, derasnya mewakili tangisanku yang menetes tak terhenti. Tanpa pamitan kamajaya meninggalkanku. Aku tak tau apa yang akan dia lakukan, pintu terbanting, terdengar mobil keluar dari garasi yang blm tertutup. Aku masih tak bisa berpikir lagi. Setelah beberapa jam kemudian tak ada kabar dari suamiku. Mungkin dirinya yang lain sedang berada dalam tubuhnya. Tiba-tiba telepon berbunyi pada pukul 2. Kuharap itu telepon dari suamiku, entah kenapa aku mempunyai firasat buruk. Aku angkat telepon dengan gemetaran jarikuu seakan menolak mengakat telepon ini.
"Hallo, ini benar rumah bapak kamajaya?" Terdengar dari suara telepon tersebut
"Iya '' jawabku
"Ini dari rumah sakit, memberitahukan bahwa saudara bernama kamajaya telah berada dalam kamar jenazah, dikarenakan kecelakaan tunggal. Dimohon dengan sangat keluarga korban segera kemari dan melunasi biaya administrasi rumah sakit" suara itu seakan mengancamku. Senyap. Suamiku meninggalkanku. Apakah ini batas  cobaan untukku? Apakah masih ada lagi cobaan yang akan aku terima? Apakah nasibku sama dengan puntadewa yang masih mendapat cobaan ketika saudara-saudaranya pandawa telah meninggal ? Aku pasrah dengan keadaan.